Lubang

Aku adalah kesuraman, tercipta bukan di cipta, oleh terpaan hujan dan gesekan.
Aku adalah penghalang, di hindari dan di lupakan.
Aku adalah biang kerok, di fitnah di hujat akhirnya di abaikan.
Aku adalah teman si jalan, setiap hujan selalu menada air dan menjadi genangan,
Setiap terik selalu kekeringan,
Setiap ada yang jatuh (kecelakaan) selalu ada kenangan.

Sebutlah aku lubang, penghias jalan yang terlupakan, namun selalu di lewati, di lihat tak disapa. Walau pun hati sering menjerit, aku tak ingin disebut lubang, karena aku bagian dari jalan. Lantas kenapa aku berbeda bahkan cenderung terpisah-kan?. Aku mau mulus, aku tak ingin jadi bahan pembicaraan mahasiswa, dosen, pejabat/staf kampus, guru besar bahkan pengemis dan tukang asinan, sungguh aku tak ingin!.

Aku berada di tempat yang tak sepi bahkan mata sering memelototi keberedaanku di tengah-tengah keramaian, di apit oleh gedung-gedung megah ala ketimur tengahan. Orang sering menyebutnya kampus per…an yah! Mereka mengusung kampus peradaban, hah? Apakah aku yang tak hanya sekali membuat orang gelisah bahkan menjengkelkan termasuk dalam peradab

Faktanya, keberadaanku di tengah jalan, tikungan depan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Aluddin Makassar menuju Fakultas Dakwa dan Komunikasi, Fakultas Adab dan Humaniora serta Fakultas Tarbiyah dan Keguruan sering menghalang dan terjadi penumpukan kendaraan.

Tak hanya itu, sesekali terjadi kemalangan, kesialan oleh mereka yang sadar namun terkadang melupakanku, haruskah aku yang selalu disalahkan bila terjadi peristiwa yang tak di inginkan oleh kalian?
Ini salahku atau salahnya?

Sebut saja aku lubang. aku adalah ketiadaan yang di adakan.
Sekali lagi aku dilupakan tidak di pedulikan, oleh pihak yang berwenang dan punya kuasa melimpah akan keuangan, namun pedih akan keprihatinanan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terlantar

Berlaga di Tengah Padatnya Kemacetan Ekonomi