Pemimpinku Jangan Kau Lari Lagi! (411)



Sejarah baru, bergejolak 4 November 2016 mengguncang semangat juang yang tiada henti dari kalangan masyarakat awam.
Mereka datang dari berbagai daerah di seluruh nusantara Indonesia untuk memperjuangkan agamanya di Jakarta.
Meski letih melebur diseluruh organ kekuatannya dan keringat bercucuran mengguyur seluruh lapisan kulit luarnya dengan sengatan terik matahari, itu tak menjadi penghalang.
Mereka terus berjuang melakukan aksi damai di depan Istana kepresidenan demi membela agamanya yang diduga dinistakan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
Lumbung semangat yang dimiliki oleh para pejuang pembela Al-Qur’an di depan Istana Kepresidenan NKRI terlihat lautan manusia memadati rongga-rongga pekarangan yang ada disekitarnya, bagai bui di lautan menggunakan pakaian putih.
Bendera merah putih yang menjadi tanda kemerdekaan Republik Indonesia telah dikibarkan oleh para pejuang NKRI tahun 1945 lalu, kini kembali menggentarkan hati, karena para pejuang aksi damai kesannya seakan mengingatkan bagaimana perjuangan mereka yang telah mendahului kita ketika memperjuangkan negara tercinta ini.
Mereka rela mengorbangkan jiwa dan raganya
demi keutuhan NKRI yang telah kita nikmati sekarang ini.
Aksi damai yang dilakukan oleh sejumlah ormas Islam di depan Istana tersebut tidak lain adalah mereka memperjuangkan kalamullah yang tertuan dalam kitab suci Al-Qur’an.
Sehingga bisa diprediksi bahwa kedatangan mereka dijakarta itu seakan berjihad di jalan Allah, karena memperjuangkan agamanya.
Bila memang seperti itu, lantas mengapa? Kalian rela meneteskan darah sampai meregang nyawa mereka. Padahal mereka membela agama dan kitabmu yang dinodai, ingatlah wahai pemimpin kami, kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah terhadap amanah yang kau emban.
Pertemuan saudara kita dari kalangan mahasiswa, ulama, ustadz , santri bahkan beberapa kiyai
hari itu menyatukan suara dengan teriakan takbir yang menggema kepelosok kota, dahsyatnya teriakan itu hingga haus dan laparpun tak dirasakan lagi.
sungguh disayangkan kedatangan mereka di depan istana merdeka, dengan harapan ingin bertemu presiden sebagai pengambil kebijakan tertinggi di negeri ini, tak ada di tempat.
iya pergi / lenyap, entah kemana?
Akhirnya niat untuk silaturahmi dan melakukan negosiasi untuk menuntaskan kasus dugaan penistaan Al-Qur’an tak lagi dijumpai oleh mereka para demonstran. Olehnya itu, kami bertanya kepada sang pemimpin kami saat ini, untuk apa kau utus algojomu yang sewaktu-waktu dapat menghianati bukan hanya kamu tapi juga kami?
Pemimpinku yang ku hormati, mana janjimu? Katanya ingin mendengar jeritan kami jika kami terdzolimi sampai-sampai kau rela blusukan ke kolong jembatan bahkan di kali sekalipun,
seharusnya kau ada di tengah-tengah bersama kami memerangi perilaku kedzoliman dan penghina kalam Ilahi.
Pengorbanan para pejuang Al-Qur’an kau tinggalkan begitu saja,
hingga mereka harus meneteskan air mata.
Kata bijak untuk pemimpinku saat ini
Ingat kami ingin damai namun tak bisa kubendung air mata ini, kedatangan kami kau sambut kekosongan, pemimpinku katakan jika kau tak sanggup lagi.
masih banyak di antara kami yang lebih amanah dan siap mati dari teror dan hujan kata-kata benci dari para yahudi.
Sekali lagi katakan jika kau tak sanggup lagi!!###
Teriring doa atas jasamu kebaikanmu
ingat pemimpinku tak perlu kau ragu tak perlu kau takut kami sungguh di pihakmu,
kan ku jaga dirimu dari hati, ku bentengi rumahmu dengan tubuh ini.
pemimpinku jangan kau lari lagi.
kami rakyatmu yang ingin di dengar darimu,
darimu yang punya wibawa dan sikap renda hati.


Penulis: Riswan
mksr, 5 11 2016.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terlantar

Berlaga di Tengah Padatnya Kemacetan Ekonomi